Keteladanan
rumah tangga Rasulullah SAW dengan Khadijah RA memberikan inspirasi
yang tak ada habisnya. Perbedaan usia, Rasulullah dan istri istrinya tak jadi masalah. Jasa
Khadijah begitu besar dan tak akan mungkin dilupakan. Selama Muhammad
berkhalwat di gua Hira, Khatijahlah yang membawakan makanan dan minuman
untuk suaminya. Padahal, jarak menuju gua Hira sangat jauh. Gua itu
terletak di Puncak Jabal Nur yang tinggi serta berbatu-batu runcing. Sesudah
mendapatkan wahyu, Muhammad menggigil kedinginan. Khadijah
menyelimutinya dengan penuh kasih sayang. Hati Rasulullah kian tentram,
setelah mendengar pernyataan Khadijah yang beriman kepadanya.
Allah
memanggil Khadijah. Khadijah pun meninggal. Rasulullah sangat bersedih.
Justru tatkala kelembutan serta kebijaksanaanya dibutuhkan, pada
saat-saat rawan menghadapi perlawanan kaum musyrikin di awal penyebaran
dakwahnya. Hingga
tiga tahun lamanya Rasulullah tetap menduda. Setelah berpindah ke
Madinah, barulah beliau bersedia menikah dengan Aisyah, putri sahabatnya
sendiri, Abu Bakar As-Shiddiq RA. Menurut
beberapa riwayat, Aisyah seorang gadis cantik. Dan ia satu-satunya
istri Rasulullah yang dinikahi ketika masih gadis. Akan tetapi, tak
mudah bagi Rasulullah untuk dapat menghilangankan kenangan indah bersama
Khadijah yang usianya terpaut lima belas tahun lebih tua. Seringkali
Nabi mengigau, dan dalam igaunya yang sering disebut-sebut adalah
Khadijah.
Jika kebetulan sedang makan berdua, Nabi minta disediakan tiga piring makanan. Dengan keheranan Aisyah bertanya, "Untuk siapa piring yang ketiga ini? Bukankah kita cuma berdua?" Nabi menjawab, "Yang sepiring akan kusedekahkan bagi orang lain. Pahalanya aku berikan untuk Khadijah" .Lama-lama Asiyah tak tahan lagi melihat kondisi ini. Ia bertanya, "Ya Rasulullah. Di hadapanmu ini ada seorang istri yang cantik jelita. Masih muda dan segar. Amat setia kepada suami. Tapi, kenapa masih kau sebut-sebut juga istri yang sudah meninggal, yang kau nikahi dalam usia lanjut? Apa sebabnya? Dan apa rahasianya kemulian wanita yang sudah janda dua kali sebelum jadi istrimu itu?"
Nabi SAW dengan bijak tetapi tegas menjawab, "Aisyah, Khadijah sungguh amat mulia. Allah tak akan pernah menggantikan untuku seorang istri yang lebih baik daripadanya.". "Apa keistimewaannya, ya Rasulullah?" Tanya Aisyah lebih lanjut, penuh rasa ingin tahu. Nabi menjawab, "Khadijah mencintaiku pada saat aku sedang sengsara. Khadijah beriman kepadaku pada waktu orang lain tak percaya dan menganggapku gila. Khadijah memberikan banyak sekali pengorbanan untukku ketika orang lain menolakku dan memusuhiku. Patutkah aku melupakan perempuan seagung itu, walaupun misalnya ia bukan istriku? Dan ia adalah istriku, Aisyah. Ia tetap istriku hingga kapan pun juga. Maut sesekali pun tak mampu memisahkan hubungan antara suami istri, kecuali secara lahiriah dan berdasarkan hukum telah terpisah di dunia."
Jika kebetulan sedang makan berdua, Nabi minta disediakan tiga piring makanan. Dengan keheranan Aisyah bertanya, "Untuk siapa piring yang ketiga ini? Bukankah kita cuma berdua?" Nabi menjawab, "Yang sepiring akan kusedekahkan bagi orang lain. Pahalanya aku berikan untuk Khadijah" .Lama-lama Asiyah tak tahan lagi melihat kondisi ini. Ia bertanya, "Ya Rasulullah. Di hadapanmu ini ada seorang istri yang cantik jelita. Masih muda dan segar. Amat setia kepada suami. Tapi, kenapa masih kau sebut-sebut juga istri yang sudah meninggal, yang kau nikahi dalam usia lanjut? Apa sebabnya? Dan apa rahasianya kemulian wanita yang sudah janda dua kali sebelum jadi istrimu itu?"
Nabi SAW dengan bijak tetapi tegas menjawab, "Aisyah, Khadijah sungguh amat mulia. Allah tak akan pernah menggantikan untuku seorang istri yang lebih baik daripadanya.". "Apa keistimewaannya, ya Rasulullah?" Tanya Aisyah lebih lanjut, penuh rasa ingin tahu. Nabi menjawab, "Khadijah mencintaiku pada saat aku sedang sengsara. Khadijah beriman kepadaku pada waktu orang lain tak percaya dan menganggapku gila. Khadijah memberikan banyak sekali pengorbanan untukku ketika orang lain menolakku dan memusuhiku. Patutkah aku melupakan perempuan seagung itu, walaupun misalnya ia bukan istriku? Dan ia adalah istriku, Aisyah. Ia tetap istriku hingga kapan pun juga. Maut sesekali pun tak mampu memisahkan hubungan antara suami istri, kecuali secara lahiriah dan berdasarkan hukum telah terpisah di dunia."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar